
Penghujung April
2016.
Nama saya Karny. Saya anak keempat dari enam bersaudara. Dulu saya adalah anak yang periang dan penurut. Saya tiba-tiba jadi anak yang pembangkang ketika Ayah saya meninggal Dunia. Ini benar-benar
membuat saya stress. Mungkin sayabelum bias terima kenyataan kalau saya sudah menjadi anak Yatim.
Saya selalu membangkang mama. Ya mama. Seseorang didunia ini yang saya paling benci dan tingkat kebencian saya itu sudah tidak bisa
di ukur lagi.
Setiap hari pasti saja saya di umpat mama, saya dimaki dan sebagainya.
Tapi saya cuek, cuek minta ampun.
Berawal
dari hal-hal kecil sampai saya minggat
dari rumah dan pergi meninggalkan mama dan keempat saudara saya sendiri. Di pikiran saya kosong.
Tidak ada sesuatu yang saya pikirkan tentang dampak dari apa yang sudah saya lakukan. Toh …, saya sudah besar saya
tau mana yang harus saya lakukan dan mana yang tidak. Begitu kata hati saya.
Saya tidak butuh lain-lain. Saya hanya butuh Kedamaian. Kedamaian di dalam rumah.sampai pada suatu hari, kalau tidak salah tanggal 25 Juni 2013. Ada seorang ibu namanya Ibu
Elisabeth Muda. Ibu itu sudah di tinggalkan suaminya 20 tahun yang lalu. Mempunyai 3 putri yang cantik-cantik tetapi sudah berkeluarga.
Mereka sudah tinggal dirumah mereka masing-masing bersama keluarga kecil mereka.
Ibu itu tidak dengan sengaja mendatangi rumah saya. Ia meminta salah satu anak perempuan diantara
kami untuk tinggal bersamanya. Karena sekarang Ia sendiri.
Kakak sulung saya masih ragu-ragu. Tetapi dengan spontan, saya waktu itu sedang berada
di dapur, saya keluar lalu meng’IYAkan, kalau saya mau tinggal bersama Ibu
Elisabeth. Betapa senangnya ibu itu, terlihat sekali
dari wajahnya. Ia berjanji akan meminta restu
dari mama, agar saya bias segera pindah rumah.
Karena waktu itu, mama ada keluar.
Dan akhirnya, saya direstui dan pada tanggal
3 Juni 2013 saya pun resmi tinggal bersama Ibu.
Saya merasa asing, karena baru berada di lingkungan yang baru bagi saya.
Tapi tidak memakan waktu
yang lama,karna saya cepat menyesuaikan diri.
Di rumah mama Elis, saya di anggap seperti putri bungsunya. Sampai-sampai ketiga anaknya pun meyayangi saya seperti adik kandung mereka sendiri.Betapa bahagianya saya hidup bersama mama Elish. Hidup penuh kasih saying dan kedamaian.
Ibu elis saya memanggilnya dengan sebutan Mama. Ya, mama.
Hari
demi hari, akhirnya saya semakin akrab dengan semua keluarga mereka.
Saya di kenalkan padaTeman-teman
guru mama Elis sebagai anaknya.
Begitu juga dengan ketiga putrinya. Saya adalah adik mereka. Dengan adanya mereka,
saya teringat dengan mama kandung saya. Dalam hati saya bertanya, Tuhan, kenapa Engkau memberikan
mama saya tidak seperti mama Elish..???
Saya merasa tidak puas dengan semua yang saya dapat dari mama Elis Jauh berbeda dengan dirumah sendiri. Saya akan meninggalkan rumahnya mama Elis ketika saya sudah menikah. Itu janji mama Elis. Hidup dengan mama Elis yang berprofesi sebagai seorang Guru Agama tentu beda dengan dirumah sendiri. Beda jauh sekali. Saya di bina untuk hidup dalam Kasih. Dan Kerohanian saya pun bertambah. Sampai mama sempat mencalonkan saya pada suatu Ordo yang ada susteran Larantuka. Saya tidak mau.
Panggilan hidup saya bukan seorang biarawati. Hehee..saya ingin menjadi seorang wanita Karir, seorang Istri dan menjadi seorang Ibu. Itu impian saya.
Dan
akhirnya, saya pun melanjutkan Kuliah saya disini, di Jogja Istimewa.Berharap suatu saat nanti,
apa yang sudah menjadi Impian saya menjadi kenyataan. AMIN…..
Tuhan berkati selalu……

Tidak ada komentar:
Posting Komentar